PRACTICAL REPORT 1

HOLISTIC EDUCATION

SCHOOL BASED MANAGEMENT



PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia. Perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka bangsa Indonesia perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan.

Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan juga sangat penting dilaksanakan. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah bersama kalangan swasta telah mengupayakan berbagai usahapembangunan pendidikan yang lebih berkualitas. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan.

Upaya perbaikan mutu pendidikan yang dinilai kurang berhasil dapat dijelaskan oleh dua hal berikut. Hal yang pertama adalah strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi ini lebih bersandar pada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu pula. Ternyata strategi input-outputtersebut hanya hanya dapat berfungsi dalam institusi ekonomi dan industri.Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah) (Umaedi 1999).

Hal-hal yang telah dijelaskan diatas menunjukkan bahwa pembangunan pendidikan harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan memang merupakan hal yang mutlak ada namun tidak dapat menjamin peningkatan mutu pendidikan. Sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan dengan potensi anak didik yang sangat beragam menuntut sekolah seharusnya dinamis dan kreatif.Hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Hal tersebut sekarang sudah diterapkan dalam dunia pendidikan Indonesia dan dikenal dengan sebutan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah. Kebijakan tersebut diwujudkan dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat. MBS juga dimaksudkan untuk menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah (Mulyasa 2004).

Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mempelajari berbagai permasalahan penerapan kebijakan pendidikan di Indonesia khususnya yang berkaitan dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

TINJAUAN PUSTAKA

1 Kajian Tentang Pembelajaran Holistik
1.1 Hakikat Pembelajaran Holistik

2 Latar Belakang Pembelajaran Holistik
2.1 Paradigma Pendidikan Tradisional
2.2 Paradigma Pendidikan Modern
2.3 Ciri-ciri Pembelajaran Holistik

......Read more contact me

GAMBARAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Indonesia dijalankan dengan model manajemen strategik. Hal ini berarti meningkatkan pencapaian tujuan melalui pengerahan sumber daya internal dan eksternal. Menurut Wheelen dan Hunger (1995), empat langkah utama dalam menerapkan perencanaan strategik yaitu, memindai lingkungan internal dan eksternal; merumuskan strategi yang meliputi perumusanvisi-misi, tujuan organisasi, strategi, dan kebijakan; implementasi strategi meliputi penyusunan progaram, penyusunan anggaran, dan penetapan prosedur; mengontrol dan mengevaluasi kinerja.

Sekolah melakukan peningkatan standar pengelolaan untuk meningkatkan mutu MBS. Peningkatan tersebut meliputi visi dan misi sekolah yang diputuskan bersama. Penetapan tujuan terutama merumuskan indikator dan target mutu lulusan juga merupakan strategi yang melibatkan semua pihak. Penetapan kebijakan dan program peningkatan mutu lulusan diterapkan berdasarkan delapan standar nasional pendidikan sebagai rujukan mutu (Nurkholis 2003).

Kurikulum yang diterapkan dalam MBS ini tetap berdasarkan kurikulum standar nasional. Sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini, yaitu pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa, mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum, mengembangkan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah. Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan (Umaedi 1999).

Pihak-pihak yang dilibatkan dalam MBS, selain para siswa tentunya, adalah kantor pendidikanpusat, kantor pendidikan daerah kabupaten atau kota, dewan sekolah, pengawas sekolah, kepalasekolah, guru dan orang tua siswa, dan masyarakat luas. Peran pemerintah daerah adalah memfasilitasi dan membantu staf sekolah, mengembangkan kinerja staf sekolah dan kinerja siswa dan seleksikaryawan. Peran lainnya adalah memberikan kesempatan kepada sekolah menentukan metode untuk menghasilkan mutu pembelajaran. Selain itu dinas kab/kota bertugas sebagai evaluator dan innovator,motivator, standarisator, dan informan, delegator dan koordinator.Pengawas sekolah berperan sebagai fasilitator antara kebijakan pemda kepada masing-masing sekolah antara lain menjelaskan tujuan akademik dan anggarannya serta memberikan bantuan teknis ketika sekolah menghadapi masalah dalam menerjemahkan visi pemda. Mereka memberikan kesempatan untuk mengembangkanprofesionalisme staf sekolah, melakukan eksperimen metode pengajaran, dan menciptakan jalurkomunikasi antara sekolah dan staf pemda.Pada tingkat sekolah, peran kepala sekolah sangat sentral. Untuk itu peran kepala sekolahadalah : sebagai evaluator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, motivator, dan edukator (pendidik).Guru yang profesional dalam MBS perlu memiliki kompetensi antara lain kompetensi kepribadian (integritas, moral, etika dan etos kerja), kompetensi akademik (sertifikasi kependidikan, menguasai bidang tugasnya) dan kompetensi kinerja (terampil dalam pengelolaan pembelajaran) (Umaedi 2003).

Selain itu, peran orang tua dan masyarakat juga sangat penting dalam MBS. Ada dua bentuk pendekatan untuk mengajak orangtua danmasyarakat berpartisipasi aktif dalam pendidikan. Pertama, pendekatan school based dengan caramengajar orangtua siswa datang kesekolah. Kedua, pendekatan home based,yaitu orangtua membantu anaknya belajar dirumah dan guru berkunjung ke rumah.Sedangkan, peran masyarakat bukan hanya dukungan finansial, tetapi juga dengan menjagadan menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib serta menjalankan kontrol sosial disekolah. Peran tokoh-tokoh masyarakat dengan jalan menjadi penggerak, informan dan penghubung,koordinator dan pengusul (Umaedi 2003).

PEMBAHASAN

1 Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan MBS

> Tidak Berminat Untuk Terlibat
> Tidak Efisien
> Pikiran Kelompok
> Memerlukan Pelatihan
> Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
> Kesulitan Koordinasi
> Anggaran dana pendidikan masih kurang jelas
2 Faktor penyebab permsalahan penyelenggaraan MBS

Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa tujan dari sekolah MBS memberikan harapan yang tinggi bagi satuan pendidikan untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan melalui otonomi yang dimilikinya. Tetapi dalam pelaksanaannya, kemandirian yang telah dihajatkan dalam teori tersebut menuai banyak kendala, tidak semulus yang dibayangkan. Faktor penyebab permasalahan tersebut adalah elemen-elemen dan komponen-komponen MBS tidak mampu diterapkan secara optimal, diikarenakan penerapannya yang tidak komprehensif; artinya MBS diterapkan sepotong-sepotong. Para anggota dewan sekolah biasanya dikendalikan oleh kepala sekolah, sedangkan pihak-pihak lain tidak banyak berperan. Pola lama di mana administrator pendidikan menetapkan kebijakan, guru mengajar, dan orang tua mendukung tampaknya masih dipertahankan. Pola yang tertanam kuat ini sukar ditanggulangi. Apabila para anggota dewan tidak disiapkan dengan baik, mereka seringkali sangat bingung dan cemas untuk mengemban tanggung jawabnya yang baru.

......Read more contact me

3 Analisis Manajemen Berbasis Sekolah berdasarkan UU SISDIKNAS dan 
   Renstra 

Pada umumnya MBS sudah sesuai dengan UU SISDIKNAS terutama di Bab IV tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orangtua, Masyarakat, dan Pemerintah. Dalam sekolah berbasis MBS dianjurkan orang tua berperan aktif dalam membimbing anaknya dalam sisi akademis dan memberin pendidikan dasar di rumah. Di sekolah berbasis MBS juga ada dewan yang terdiri dari kepala sekolah, dewan guru, wali murid (orangtua siswa), staff sekolah, perwakilan siswa, dan perwakilan dari masyarakat sekolah MBS tersebut. Dewan ini berfungsi untuk membahas permasalahan-permasalahan  dari sistem pembelajaran dan administrasi sekolah berbasis MBS tersebut. Ketentuan tentang dewan sekolah juga tercantum dalam pasal 56, yang membahas tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/ Madrasah. 

......Read more contact me

4 Penanggulangan yang Perlu Dilakukan dalam Menghadapi Permasalahan 



Saat ini masih banyak pihak-pihak yang tidak ingin terlibat dalam pelaksanaan MBS, hal ini dikarenakan mereka tidak ingin memiliki pekerjaan lain selain pekerjaan yang sudah jelas ia miliki. Contohnya kepala sekolah, staff, guru, dan pihak terkait lainnya yang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan.

Tidak efisiennya teknik pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pelaknsanaan MBS merupakan salah satu permasalahan dari MBS, hal ini dapat di tanggulangi dengan cara menjalin kerja sama yang baik dengan pihak-pihak terkait dan memusatkan perhatian pada tugas yang diberikan.

Berpikiran sama dengan kelompok juga merupakan hambatan MBS, dalam diskusi biasanya ada pengaruh-pengaruh dari kelompok untuk mendukung suatu keputusan tersebut, hal itu menjadi tidak efektif dalam pelaksanaan MBS. Untuk itu, sebaiknya dalam diskusi sebaiknya kita berani mengajukan pendapat kita tanpa dipengaruhi kelompok.

......Read more contact me

PENUTUP

KESIMPULAN

Permasalahan yang sering terjadi dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diantaranya tidak berminatnya pihak sekolah untuk terlibat lebih dalam pelaksanaan yang lebih baik, tidak efisien dalam pengambilan keputusan, pikiran kelompok yang menghambat rasa untuk berbeda pendapat dan pikiran, memerlukanya sebuah pelatihan untuk bisa memahami hakikat MBS, adanya kebingungan pada tanggungjawab yang baru, adanya kesulitan dalam hal koordinasi, dan kurang jelasnya penganggaran dana pendidikan. 

SARAN

Perlunya satu komitmen dalam pengembangan pendidikan, adanya sebuah kompensasi lebih untuk memicu pihak sekolah untuk bisa bekerja lebih baik dan semangat, harus adanya kesadaran akan pentingnya sebuah perkembangan dan  majunya sebuah pendidikan disekitar kita. Setiap pihak sekolah harus paham generasi sekarang adalah penerus dari generasi-generasinya. Adanya perbaikan komunikasi dan hubungan untuk kinerja yang lebih baik dan nyaman.


Isi file secara keseluruhan bisa hubungi admin
Categories: ,

1 komentar:

Komentar akan OTOMATIS DIHAPUS jika memberikan komentar mengandung iklan, link aktif, dan perkataan yang tidak sopan. Terima Kasih ^_^